Kaidah Kepercayaan
|
Kaidah Kesusilaan
|
Kaidah Kesopanan
|
Kaidah Hukum
|
Larung
Sesaji pada waktu tertentu
|
Larangan
bertelanjang di muka umum
|
Berkata
lemah lembut kepada sesama
|
Pada
area perumahan 1x24 jam tamu wajib lapor
|
Acara
Bersih Desa
|
Larangan
berhubungan badan untuk yang bukan muhrim
|
Memberi
ucapan permisi pada orang yang lebih tua
|
Berkendara
pada lajur yang sudah ditentukan
|
Jangan
berlaku zalim di muka bumi
|
Larangan
berfoya-foya
|
Tidak
memotong pembicaraan orang lain
|
Tidak
mencemarkan nama baik seseorang
|
Takziyah
|
Larangan
bertato
|
Memberikan
atau mempersilahkan dahulu, waktu dan tempat kepada rekan pada saat diskusi.
|
Tidak
melakukan Plagiasi terhadap barang yang sudah dipatenkan hak ciptanya
|
Ziarah
Para Wali
|
Larangan
menyemir rambut
|
Guyub
rukun kepada sesama
|
Tidak
melakukan penipuan
|
Silaturahmi
pada waktu Idhul Fitri
|
Larangan
bertindik pada pria
|
Menjamu
tamu dengan sopan
|
Tidak
menimbun bahan, yang efeknya akan mengakibatkan kelangkaan
|
Menyantuni
anak yatim piatu
|
Hendaklah
berkata jujur
|
Tidak
membuat gaduh pada waktu tenang
|
Tidak
mencuri
|
Malam
tirakatan pada waktu tertentu
|
Jangan
berkata kotor / rasis
|
Tidak
ikut mencampuri urusan orang lain (privasi)
|
Tidak
menganiaya sesama
|
Hormatilah
orang tuamu agar supaya engkau selamat
|
Jangan
berpakaian yang amburadul pada acara formal / resmi
|
Janganlah
meludah di lantai atau di sembarang tempat
|
Tidak
melanggar semua aturan berlalu lintas
|
Janganlah
menyekutukan Allah SWT
|
Jangan
berjudi
|
Bertamu
tepat pada waktunya
|
Ketika
terjadi kerusuhan, maka aparat keamanan akan berperan menjalankan perintah
pengamanan masyarakat
|
Penjabaran Kaidah Hukum
Serta Contohnya
Hukum
sebagai kaidah atau peraturan bertingkah laku di dalam masyarakat. Hukum merupakan
seperangkat sikap tindak atau perikelakuan manusia itu sendiri. Hukum sebagai
kaidah atau norma sosial, tidak lepas dari nilai-nilai yang berlaku di dalam
suatu masyarakat, dan bahkan dapat dikatakan bahwa hukum merupakan pencerminan
dan konkritisasi dari nilai-nilai yang pada suatu saat berlaku di dalam
masyarakat.
Soerjono
Soekanto mengatakan bahwa hukum sebagai kaidah merupakan patokan perikelakuan
atau sikap tindak yang tidak sepantasnya. Patokan tersebut memberikan pedoman,
bagaimana seharusnya manusia berperikelakuan atau bersikap tindak.
Kaidah
hukum adalah kaidah atau peraturan yang dibuat oleh penguasa negara, yang
isinya mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat negara
dan pelaksanaanya dapat dipertahankan, misalnya :
o Perkawinan
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974).
o Tiap-tiap
perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si
berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaian dalam kewajiban
memberikan pergantian biaya, rugi, dan bunga (Pasal 1293 KUH Perdata).
o Barang
siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan bukan istrinya
bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa dengan hukuman penjara
selama-lamanya dua belas tahun (Pasal 285 KUHP).
Berdasarkan
contoh di atas, bahwa sanksi dari kaidah hukum adalah secara tegas dapat
dipaksakan oleh aparat negara sehingga kaidah hukum diharapkan dapat menjamin terciptanya
ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Dengan demikian, kaidah hukum
bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan manusia.
Jadi,
nilai fundamental daripada kaidah hukum adalah memelihara perdamaian hidup
bersama, dan nilai aktualnya adalah siapa membeli harus membayar. Nilai-nilai
yang fundamental adalah nilai yang bersifat universal, dan menjadi dasar dari
kaidah yang bersangkutan, dan nilai aktual merupakan perwujudan dari nilai
fundamental dalam sikap tindak / perilaku manusia secara nyata.
Terkait
dengan penjabaran di atas mengenai pengertian kaidah hukum, contoh kaidah
hukum, dan kesimpulan kaidah hukum maka sudah bisa dipastikan kaidah hukum
tersebut bersifat memaksa dengan ketentuan yang sudah dibuat sebelumnya.
Selanjutnya, untuk lebih memperjelas apa itu kaidah hukum maka akan saya
contohkan dengan pengalaman pribadi terkait dengan pelanggaran dalam ruang
lingkup kaidah hukum.
Contoh pengalaman
pribadi dalam lingkup kaidah hukum
Singkat
cerita, ini terjadi pada waktu siang hari tepatnya pada hari jum’at. Pada waktu
itu memang sudah berniat untuk bergegas pergi ke suatu tempat dengan
mengendarai kendaraan bermotor. Tepat pada pukul 09.00 WIB saya langsung pergi
dengan mengendarai motor tersebut, pastinya dengan membawa surat-surat lengkap
(SIM / STNK) dan perlengkapan safety riding yang semestinya harus dipergunakan.
Jalan
demi jalan sudah saya lalui dengan lancar dan aman, di sepanjang jalan tidak
terlihat tanda-tanda ada pemeriksaan kelengkapan berkendara atau masyarakat di
sekitar saya menyebutnya dengan istilah momen
/ cegatan. Pukul 10.00 WIB saya sudah sampai di tempat tujuan, dikarenakan
kepentingan sudah selesai langsung saja saya bergegas untuk melanjutkan
perjalanan untuk segera pulang, dikarenakan hari itu hari jum’at saya sengaja
memacu motor dengan agak sedikit kencang agar tidak ketinggalan shalat jum’at.
Pada setengah perjalanan menuju rumah tepat 5 meter di depan mata saya,
terdapat kerumunan orang-orang pengendara motor yang agak sedikit memelankan
laju kendaraannya dan banyak bergerombol di pinggir jalan, dan tepat pada waktu
itu ada pemeriksaan kelengkapan berkendara. Aparat kepolisian yang pada waktu
itu bertugas untuk memeriksa kelengkapan bagi seluruh pengendara motor / mobil
sudah siap sedia untuk menjalankan tugasnya. Dan tepat pada waktu itu dengan
penuh rasa percaya diri saya terus melaju ke arah jalan tersebut, tiba-tiba
seorang aparat polisi mengayunkan tangannya ke arah saya agar meminggirkan
motor. Percakapan pun dimulai dengan seorang aparat polisi yang memberikan
salam.
Polisi : Selamat siang maaf mengganggu perjalanan bapak, bisa tunjukkan
SIM dan
STNKnya ?
Saya langsung mengeluarkan
surat-surat tersebut dan memberikannya pada seorang polisi
tersebut.
Polisi : Ini saya kembalikan, surat-suratnya lengkap.
Saya : Iya pak terima kasih. (saya langsung memasukkan surat-surat
tersebut ke dompet
saya dan bergegas untuk melanjutkan
perjalanan).
Dan ternyata seorang polisi
tersebut masih bertanya kepada saya perihal keadaan motor.
Polisi : Ini spion yg kiri kemana pak, kok tidak dipasang ?
Saya : Spion yang kiri rusak kacanya pecah belum sempat saya benahi
(saya langsung
menjawab spontan dengan rasa
percaya diri, karena spion yg kiri memang benar-benar pecah
kacanya, dan belum sempat saya
benahi).
Polisi : Ya sudah bapak turun dulu, bapak saya tilang.
Saya : Loh, ga bisa gitu pak ini spion tidak ada bukan karena
disengaja melainkan karena
keadaan yang tak terduga. (saya
mencoba membela diri, perihal hal tersebut).
Polisi : Iya pak saya mengerti, tapi perlengkapan kendaraan bermotor
harus wajib ditaati dan
tidak boleh dilanggar walaupun itu
terjadi dalam keadaan yang tidak terduga.
Saya : Iya pak, kalo memang begitu adanya tilang saja nanti pada waktu
sidang saya hadir.
(saya mencoba pasrah dan menyudahi
untuk membela diri, dikarenakan tidak ada gunanya
dan pasti tetap akan ditindak)
Polis : Baik pak ini surat tilangnya, STNK bapak saya tahan, bapak
sidang pada hari dan
tanggal yang tertera pada surat
tilangan ini.
Saya : Baik pak terima kasih. (saya langsung bergegas pulang, dan
harus menerima tilang
untuk pertama kalinya)
Dan beberapa hari kemudian waktu
sidang tiba, tepatnya hari Jum’at juga, jadi sudah tepat
seminggu
pasca terkena tilangan tersebut. Langsung saja saya datang ke Pengadilan dengan
ekspektasi saya harus bersaksi dan mengakui kesalahan saya di depan hakim dan
kemudian saya akan diadili sebelum akhirnya saya dinyatakan bersalah dan
dikenakan denda tertentu.
Pada
waktu itu sesampai di Pengadilan, sudah sangat ramai orang-orang yang antri dan
senasib sama seperti saya, yaitu dengan satu tujuan adalah untuk disidang
perihal terkenanya tilang tersebut. Pertama-tama saya harus mengetahui pada
daftar tilangan bahwasannya mendapat nomor berapa dan nomor itu ditukarkan
dengan nomor antri, semakin cepat kita menemukan ada di daftar urutan berapa
kita terdaftar maka semakin cepat pula kita mendapatkan nomor yang kecil.
Kedua, setelah mendapat nomor untuk antri kita harus menunggu untuk dipanggil
ajudan tersebut. Ketiga, setelah kita dipanggil oleh ajudan tersebut kita
langsung menghadap kepada hakim, disitu seorang hakim akan bertanya perihal
pelanggaran apa yang telah kita langgar dan hal itu harus dijawab sesuai dengan
pelanggran yang telah dilanggar. Pada saat itu, saya ditanya oleh hakim
pelanggaran apa yang dilanggar.
Hakim : Benarkah saudara melanggar pasal 285 ayat (1)
UULAJ tentang kelengkapan kendaraan bernotor ?
Saya : Iya benar, saya melanggar pasal itu
terkait spion saya hanya satu.
Hakim : Baik, anda dikenakan denda sebesar
Rp.40.000,00.
Saya : Baik, terima kasih pak hakim.
Kemudian
saya langsung bergegas ke lokasi pembayaran denda tersebut, untuk membayar
denda yang sudah ditetapkan oleh hakim pada saat sidang yang telah dilakukan.
Akhirnya setelah selesai membayar denda tersebut, STNK saya yang sempat ditahan
dikembalikan. Itu merupakan sekelumit pengalaman pribadi saya terkait tentang
ruang lingkup kaidah hukum.
Tulisan Anda enak dibaca, natural, jelas sumber hukum yang dilanggar, lain kali lebih cermat lagi agar tidak ada salah ketik, jangan lupa menulis na hari diawali huruf besar.
BalasHapus