Minggu, 25 September 2016

Contoh Kaidah Kepercayaan, Kaidah Kesusilaan, Kaidah Kesopanan, dan Kaidah Hukum.



Kaidah Kepercayaan
Kaidah Kesusilaan
Kaidah Kesopanan
Kaidah Hukum
Larung Sesaji pada waktu tertentu
Larangan bertelanjang di muka umum
Berkata lemah lembut kepada sesama
Pada area perumahan 1x24 jam tamu wajib lapor
Acara Bersih Desa
Larangan berhubungan badan untuk yang bukan muhrim
Memberi ucapan permisi pada orang yang lebih tua
Berkendara pada lajur yang sudah ditentukan
Jangan berlaku zalim di muka bumi
Larangan berfoya-foya
Tidak memotong pembicaraan orang lain
Tidak mencemarkan nama baik seseorang
Takziyah
Larangan bertato
Memberikan atau mempersilahkan dahulu, waktu dan tempat kepada rekan pada saat diskusi.
Tidak melakukan Plagiasi terhadap barang yang sudah dipatenkan hak ciptanya
Ziarah Para Wali
Larangan menyemir rambut
Guyub rukun kepada sesama
Tidak melakukan penipuan
Silaturahmi pada waktu Idhul Fitri
Larangan bertindik pada pria
Menjamu tamu dengan sopan
Tidak menimbun bahan, yang efeknya akan mengakibatkan kelangkaan
Menyantuni anak yatim piatu
Hendaklah berkata jujur
Tidak membuat gaduh pada waktu tenang
Tidak mencuri
Malam tirakatan pada waktu tertentu
Jangan berkata kotor / rasis
Tidak ikut mencampuri urusan orang lain (privasi)
Tidak menganiaya sesama
Hormatilah orang tuamu agar supaya engkau selamat
Jangan berpakaian yang amburadul pada acara formal / resmi
Janganlah meludah di lantai atau di sembarang tempat
Tidak melanggar semua aturan berlalu lintas
Janganlah menyekutukan Allah SWT
Jangan berjudi
Bertamu tepat pada waktunya
Ketika terjadi kerusuhan, maka aparat keamanan akan berperan menjalankan perintah pengamanan masyarakat


Penjabaran Kaidah Hukum Serta Contohnya 

Hukum sebagai kaidah atau peraturan bertingkah laku di dalam masyarakat. Hukum merupakan seperangkat sikap tindak atau perikelakuan manusia itu sendiri. Hukum sebagai kaidah atau norma sosial, tidak lepas dari nilai-nilai yang berlaku di dalam suatu masyarakat, dan bahkan dapat dikatakan bahwa hukum merupakan pencerminan dan konkritisasi dari nilai-nilai yang pada suatu saat berlaku di dalam masyarakat.

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa hukum sebagai kaidah merupakan patokan perikelakuan atau sikap tindak yang tidak sepantasnya. Patokan tersebut memberikan pedoman, bagaimana seharusnya manusia berperikelakuan atau bersikap tindak.

Kaidah hukum adalah kaidah atau peraturan yang dibuat oleh penguasa negara, yang isinya mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat negara dan pelaksanaanya dapat dipertahankan, misalnya :

o  Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974).
o       Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaian dalam kewajiban memberikan pergantian biaya, rugi, dan bunga (Pasal 1293 KUH Perdata).
o   Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun (Pasal 285 KUHP).

Berdasarkan contoh di atas, bahwa sanksi dari kaidah hukum adalah secara tegas dapat dipaksakan oleh aparat negara sehingga kaidah hukum diharapkan dapat menjamin terciptanya ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Dengan demikian, kaidah hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan manusia.

Jadi, nilai fundamental daripada kaidah hukum adalah memelihara perdamaian hidup bersama, dan nilai aktualnya adalah siapa membeli harus membayar. Nilai-nilai yang fundamental adalah nilai yang bersifat universal, dan menjadi dasar dari kaidah yang bersangkutan, dan nilai aktual merupakan perwujudan dari nilai fundamental dalam sikap tindak / perilaku manusia secara nyata.

Terkait dengan penjabaran di atas mengenai pengertian kaidah hukum, contoh kaidah hukum, dan kesimpulan kaidah hukum maka sudah bisa dipastikan kaidah hukum tersebut bersifat memaksa dengan ketentuan yang sudah dibuat sebelumnya. Selanjutnya, untuk lebih memperjelas apa itu kaidah hukum maka akan saya contohkan dengan pengalaman pribadi terkait dengan pelanggaran dalam ruang lingkup kaidah hukum.

Contoh pengalaman pribadi dalam lingkup kaidah hukum

Singkat cerita, ini terjadi pada waktu siang hari tepatnya pada hari jum’at. Pada waktu itu memang sudah berniat untuk bergegas pergi ke suatu tempat dengan mengendarai kendaraan bermotor. Tepat pada pukul 09.00 WIB saya langsung pergi dengan mengendarai motor tersebut, pastinya dengan membawa surat-surat lengkap (SIM / STNK) dan perlengkapan safety riding yang semestinya harus dipergunakan.

Jalan demi jalan sudah saya lalui dengan lancar dan aman, di sepanjang jalan tidak terlihat tanda-tanda ada pemeriksaan kelengkapan berkendara atau masyarakat di sekitar saya menyebutnya dengan istilah momen / cegatan. Pukul 10.00 WIB saya sudah sampai di tempat tujuan, dikarenakan kepentingan sudah selesai langsung saja saya bergegas untuk melanjutkan perjalanan untuk segera pulang, dikarenakan hari itu hari jum’at saya sengaja memacu motor dengan agak sedikit kencang agar tidak ketinggalan shalat jum’at. Pada setengah perjalanan menuju rumah tepat 5 meter di depan mata saya, terdapat kerumunan orang-orang pengendara motor yang agak sedikit memelankan laju kendaraannya dan banyak bergerombol di pinggir jalan, dan tepat pada waktu itu ada pemeriksaan kelengkapan berkendara. Aparat kepolisian yang pada waktu itu bertugas untuk memeriksa kelengkapan bagi seluruh pengendara motor / mobil sudah siap sedia untuk menjalankan tugasnya. Dan tepat pada waktu itu dengan penuh rasa percaya diri saya terus melaju ke arah jalan tersebut, tiba-tiba seorang aparat polisi mengayunkan tangannya ke arah saya agar meminggirkan motor. Percakapan pun dimulai dengan seorang aparat polisi yang memberikan salam.

Polisi   : Selamat siang maaf mengganggu perjalanan bapak, bisa tunjukkan SIM dan
STNKnya ?
Saya langsung mengeluarkan surat-surat tersebut dan memberikannya pada seorang polisi
tersebut.
Polisi   : Ini saya kembalikan, surat-suratnya lengkap.
Saya    : Iya pak terima kasih. (saya langsung memasukkan surat-surat tersebut ke dompet
saya dan bergegas untuk melanjutkan perjalanan).

Dan ternyata seorang polisi tersebut masih bertanya kepada saya perihal keadaan motor.

Polisi   : Ini spion yg kiri kemana pak, kok tidak dipasang ?
Saya    : Spion yang kiri rusak kacanya pecah belum sempat saya benahi (saya langsung
menjawab spontan dengan rasa percaya diri, karena spion yg kiri memang benar-benar pecah
kacanya, dan belum sempat saya benahi).
Polisi   : Ya sudah bapak turun dulu, bapak saya tilang.
Saya    : Loh, ga bisa gitu pak ini spion tidak ada bukan karena disengaja melainkan karena
keadaan yang tak terduga. (saya mencoba membela diri, perihal hal tersebut).
Polisi   : Iya pak saya mengerti, tapi perlengkapan kendaraan bermotor harus wajib ditaati dan
tidak boleh dilanggar walaupun itu terjadi dalam keadaan yang tidak terduga.
Saya    : Iya pak, kalo memang begitu adanya tilang saja nanti pada waktu sidang saya hadir.
(saya mencoba pasrah dan menyudahi untuk membela diri, dikarenakan tidak ada gunanya
dan pasti tetap akan ditindak)
Polis    : Baik pak ini surat tilangnya, STNK bapak saya tahan, bapak sidang pada hari dan
tanggal yang tertera pada surat tilangan ini.
Saya    : Baik pak terima kasih. (saya langsung bergegas pulang, dan harus menerima tilang
untuk pertama kalinya)

Dan beberapa hari kemudian waktu sidang tiba, tepatnya hari Jum’at juga, jadi sudah tepat
seminggu pasca terkena tilangan tersebut. Langsung saja saya datang ke Pengadilan dengan ekspektasi saya harus bersaksi dan mengakui kesalahan saya di depan hakim dan kemudian saya akan diadili sebelum akhirnya saya dinyatakan bersalah dan dikenakan denda tertentu.

Pada waktu itu sesampai di Pengadilan, sudah sangat ramai orang-orang yang antri dan senasib sama seperti saya, yaitu dengan satu tujuan adalah untuk disidang perihal terkenanya tilang tersebut. Pertama-tama saya harus mengetahui pada daftar tilangan bahwasannya mendapat nomor berapa dan nomor itu ditukarkan dengan nomor antri, semakin cepat kita menemukan ada di daftar urutan berapa kita terdaftar maka semakin cepat pula kita mendapatkan nomor yang kecil. Kedua, setelah mendapat nomor untuk antri kita harus menunggu untuk dipanggil ajudan tersebut. Ketiga, setelah kita dipanggil oleh ajudan tersebut kita langsung menghadap kepada hakim, disitu seorang hakim akan bertanya perihal pelanggaran apa yang telah kita langgar dan hal itu harus dijawab sesuai dengan pelanggran yang telah dilanggar. Pada saat itu, saya ditanya oleh hakim pelanggaran apa yang dilanggar.

Hakim : Benarkah saudara melanggar pasal 285 ayat (1) UULAJ tentang kelengkapan kendaraan bernotor ?
Saya    : Iya benar, saya melanggar pasal itu terkait spion saya hanya satu.
Hakim : Baik, anda dikenakan denda sebesar Rp.40.000,00.
Saya    : Baik, terima kasih pak hakim.

Kemudian saya langsung bergegas ke lokasi pembayaran denda tersebut, untuk membayar denda yang sudah ditetapkan oleh hakim pada saat sidang yang telah dilakukan. Akhirnya setelah selesai membayar denda tersebut, STNK saya yang sempat ditahan dikembalikan. Itu merupakan sekelumit pengalaman pribadi saya terkait tentang ruang lingkup kaidah hukum.            

1 komentar:

  1. Tulisan Anda enak dibaca, natural, jelas sumber hukum yang dilanggar, lain kali lebih cermat lagi agar tidak ada salah ketik, jangan lupa menulis na hari diawali huruf besar.

    BalasHapus