Minggu, 11 September 2016

Pentingnya Solidaritas Di Masyarakat Dan Contohnya



Pertama – tama sebelum kita membahas tentang pentingnya solidaritas, mari kita telaah lebih lanjut, apa yang dinamakan Solidaritas tersebut. Langsung saja mengenai pengertian dari Solidaritas itu sendiri adalah rasa kebersamaan, rasa kesatuan kepentingan, rasa simpati, sebagai salah satu anggota dari kelas yang sama atau bisa di artikan persaan atau ungkapan dalam sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama. Solidaritas juga dapat diartikan sebagai berikut adalah solidaritas memiliki arti integrasi, tingkat dan jenis integrasi, ditunjukan oleh masyarakat atau kelompok dengan orang dan tetangga mereka. Hal ini mengacu pada hubungan dalam masyarakat, hubungan sosial bahwa orang-orang mengikat satu sama lain. Istilah ini umumnya digunakan dalam sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya.

Dewasa ini, rasa solidaritas antar sesama manusia sudah mulai memudar khususnya pada masyarakat Perkotaan ( Patembayan ). Pada masyarakat Perkotaan, sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa rasa solidaritas tersebut sudah mulai memudar, dikarenakan sifat masyarakatnya yang dominan akan keindividuannya, sifat acuh tak acuh, dan lebih mementingkan diri sendiri dibandingkan dengan rasa kebersamannya terhadapa masyarakat.
Berbeda dengan masyarakat Desa, mereka melakukan kegiatan sosial masih memegang teguh rasa solidaritas yang sangat tinggi dan gotong royong. Sebagai contoh, apabila ada kematian, kelahiran dan orang sakit, tetangga-tetangga di desa akan sangat antusias mendatangi yang bersangkutan tersebut sebagai rasa solidaritasnya, atau adanya iuran duka dan bencana apabila ada warga yang mengalami kejadian menyedihkan, maka secara otomatis dengan dikoordinasi oleh masing-masing ketua RT ( Rukun Tetangga ) mereka akan memberi sumbangan seikhlasnya, serta adanya ikut campur masyarakat desa apabila ada warganya yang akan membangun rumah, begitupun dengan pembangunan suatu instansi sebagai fasilitas di desa dari pemerintah maupun dalam pembersihan lingkungan

Oleh karena itu, sangat penting untuk membangun rasa solidaritas tersebut agar bisa terwujud kembali. Disini ada beberapa cara membangun rasa solidaritas kepada sesama manusia, diantaranya ialah :

1.      Menumbuhkan Empati kepada orang lain
Empati itu sendiri ialah, ketika kita mengerti secara keseluruhan tentang orang lain sesuai dengan apa yang dirasakan orang tersebut. Empati inilah yang juga harus ditingkatkan. Ketika kita mengerti seutuhnya perasaan orang lain dan mampu menempatkan diri menjadi orang tersebut, maka tindakan yang kita lakukan tentu sesuai dengan yang dibutuhkan orang lain.
2.      Silaturahmi ( Komunikasi ) dengan sesama
Hal ini sederhana, namun sangatlah penting. Kita pasti sering mendengar dengan kata “ Tak Kenal Maka Tak Sayang “. Nah, dalam level ini, kita bukan hanya menjaga kata “ Kenal “ tetapi menjaga komunikasi dan silaturahmi yang intensif dengan orang lain.
3.      Saling Sapa
Ini merupakan hal yang paling sederhana lagi, namun sudah mulai terkikis di masa kini. Padahal saling sapa satu sama lain dapat membangun ikatan yang kuat antara satu orang dengan orang lainnya. Walaupun hal ini kelihatan sedikit remeh, akan tetapi ini merupakan salah satu kabel penyambung antara seseorang dengan yang lain.
4.      Saling Memberi dan Tolong Menolong dengan Sesama
Dibanding tiga hal sebelumnya, hal ini adalah hal yang paling sulit untuk diterapkan. Namun, ketika ketiga hal tersebut berhasil kamu terapkan, poin keempat ini akan otomatis dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan empati dan silaturahmi yang baik, maka dengan sendirinya kita akan merasa perlu untuk saling tolong menolong dengan orang lain.

Itu tadi sedikit beberapa hal sederhana yang dapat membangun solidaritas. Memiliki solidaritas adalah hal yang sangat indah, mengingat Manusia adalah makhluk sosial, yang berarti dia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan bantuan dari orang lain. Manusia di dunia ini tidak ada yang hidup dalam kesendirian, manusia akan hidup dalam kelompok – kelompok kecil dalam masyarakat atau lingkungannya.
Rasa solidaritas akan muncul dengan sendirinya ketika manusia satu dengan lainnya memiliki kesamaan dalam beberapa hal. Maka dari itu, rasa Solidaritas sangat penting untuk dibangun oleh individu dengan individu lainnya atau kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Karena dengan adanya solidaritas, kita dapat bersatu dalam hal mewujudkan sesuatu secara bersama-sama.

Contoh, Nilai Gotong Royong Dalam Kehidupan Petani Jawa Timur

Istilah Gotong Royong yang kita kenal sebagai budaya bangsa Indonesia tidak terdapat dalam kesustraan jawa kuno, jawa madya, maupun kesustraan Jawa baru. Walaupun tidak adanya istilah dalam kesustraan tentu belum berarti bahwa dalam kenyataan sehari-hari antara rakyat di desa istilah itu juga tidak ada. Dalam masyarakat jawa istilah gotong royong pertama kali tampak dalam bentuk tulisan dalam karangan-karangan tentang aspek sosial dari pertanian terutama di Jawa Timur.

Gotong royong menjadi value bagi masyarakat Indonesia karena mengedepankan rasa kebersamaan. Dalam masyarakat jawa muncul pepatah, “naliko rekoso nanging dipikul bareng-bareng”. Pepatah demikian, bukan hanya menjadi suatu simbol yang hanya menjadi identitas belakang tetapi dalam masyarakat jawa pepatah tersebut mempunyai arti yang cukup luas dalam tatanan kehidupan masyarakat. Sebagai makhluk sosial kita hendaknya memiliki rasa Empati terhadap makhluk sosial yang lain. Kondisi ini juga didasarkan atas hakikat manusia tidak bisa hidup sendiri. Jadi setiap individu membutuhkan individu yang lain dalam memenuhi kebutuhan.

Pada masa penjajahan Jepang, masyarakat Indonesia sudah mengenal aktivitas pengerahan tenaga kerja yang kita kenal dengan istilah Gotong Royong. Akan tetapi pada zamannya istilah gotong royong yang kita kenal tersebut lebih popular dengan sebutan “kerja bakti” karena masyarakat kita melakukan tindakan pengerahan tenaga tanpa bayaran untuk suatu proyek yang bermanfaat untuk umum atau yang berguna bagi kaum pemerintah. Jadi sistem kerja bakti sudah kita kenal sejak zaman penjajahan, dimana rakyat desa dapat dikerahkan untuk bekerja tanpa bayaran dalam proyek-proyek pembangunan dari penguasa dan untuk kepentingan kolonial. Setelah zaman kemerdekaan istilah kerja bakti lebih popular dengan sebutan gotong royong, sistem ini umumnya digunakan dalam proses pembangunan.

Dewasa ini, ketika uang menjadi unsur penting dalam kehidupan ekonomi masyarakat jawa, gotong royong dalam (Bercocok Tanam) masyarakat petani desa di Jawa mulai ditinggalkan. Masyarakat menganggap sistem ini sudah mulai dianggap kurang praktis. Tentunya kondisi demikian ini menciptakan rasa kebersamaan menjadi memudar, dan kepentingan-kepentingan setiap individu dalam kelompok masyarakat juga mulai berbeda serta menimbulkan benih-benih kapitalisme.

Dahulu ketika “Gotong Royong” dijadikan sebagai kekuatan, kehidupan masyarakat pada umumnya harmonis karena kapitalisme belum berkembang sehingga tanpa sadar tindakan yang dilakukan individu dalam kelompok masyarakat dipengaruhi oleh fakta sosial yang terdapat di lingkungan sosialnya. Masyarakat desa hidup dan memenuhi kebutuhan berorientasi atas dasar “kebersamaan” atas dasar “kesamaan”. Kondisi ini sesuai dengan analisis Emile Durkheim mengenai tipe-tipe yang berbeda dalam solidaritas dan sumber struktur sosialnya.

Kebersamaan atas dasar kesamaan atau dapat kita katakan dengan solidaritas mekanik merupakan analisis Emile Durkheim mengenai masyarakat yang didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan. Homogenitas serupa juga didasarkan atas pembagian kerja yang sangat minim. Sehingga dari analisis Emile Durkheim tersebut kita dapat mengatakan bahwa kehidupan masyarakat petani di desa di Jawa merupakan contoh solidaritas mekanik karena tingkat keberagaman kerja yang sangat minim sehingga dapat kita katakan bahwa kebersamaan masyarakat petani tersebut atas dasar kesamaan. Dari pernyatan tersebut, ketika uang sudah mendominasi kehidupan masyarakat petani desa di Jawa tingkat ketergantungan atas dasar gotong royong menjadi rendah.

Contohnya, di daerah pedesaan di desa Kademangan, Kota Blitar, Jawa Timur, banyak petani mulai meninggalkan adat gotong royong dalam produksi pertanian, dan menganggap lebih praktis untuk menyewa saja buruh tani yang diberi upah berupa uang. Dari kondisi diatas tersebut, memberi suatu gambaran bahwa solidaritas mekanik yang dibangun masyarakat semakin terkikis ketika ekonomi uang masuk dalam masyarakat desa. Kondisi ini juga menciptakan suatu iklim yang buruk dimana ketika ekonomi uang masuk di desa tentunya semua aktivitas yang berhubungan dengan pertanian, terutama atas upah jasa dari kegiatan penggerakan tenaga kerja yang sebelumnya didasarkan atas nilai Gotong Royong menjadi uang. Disamping menggeser nilai gotong royong menjadi nilai uang, akibat yang ditimbulkan adalah terkikisnya tradisi masyarkat yang selama ini mereka lakukan setelah melakukan aktivitas bercocok tanam. “Dulu, sebelum uang masuk di dalam ekonomi masyarakat desa, setelah melakukan aktivitas bercocok tanam (gotong royong), petani tuan rumah harus menyediakan makan siang tiap hari kepada teman-temannya yang datang membantu itu, selama pekerjaannya berlangsung. Kompensasi lain tidak ada, tetapi yang meminta bantuan tadi harus mengembalikan jasa dengan membantu semua petani yang di undangnya setiap saat apabila mereka memerlukan bantuan. Tradisi dalam masyarakat Jawa, di desa Kademangan, Blitar ini yang sebelumnya sangat urgen dalam membangun kekerabatan kemudian mulai ditinggalkan setelah ekonomi uang masuk di desa. Kondisi demikian mampu menciptakan kebudayaan baru yakni pola-pola kehidupan masyarakat mulai berbeda. Nilai gotong royong yang sebelumnya sangat dijaga oleh sekelompok masyarakat petani di desa kademangan, Blitar bahkan bisa dibilang nilai tersebut merupakan suatu kebutuhan dasar dalam kehidupan masyarakat desa petani di desa Kademangan, Blitar karena nilai gotong royong mengedepankan “kebersamaan atas dasar kesamaan” dan atau menjamin istilah Emile Durkheim “Solidaritas Mekanik” mulai tercoret dengan sistem ekonomi uang. Hutang jasa yang kita kenal sangat erat dalam kehidupan petani desa karena berkaitan dengan pengerahan tenaga kerja dari luar keluarga untuk membantu menyelesaikan berbagai kegiatan dalam bercocok tanam kini hampir tidak kita jumpai lagi, karena hutang jasa yang selama ini diterapkan digantikan dengan hutang uang.

Ketika melihat karakterisitik fakta sosial, sebenarnya individu dalam kelompok masyarakat dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong atau dengan cara tertentu dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta sosial dalam lingkungan sosialnya.
“ Tipe perilaku atau cara berpikir ini mempunyai kekuatan memaksa yang karenanya mereka memaksa individu terlepas dari kemauan individu sendir “. ( Emile Durkheim )
Dari pernyataan tersebut kita dapat melihat permasalahan yang dialami Petani desa di Kademangan, Blitar, Jawa Timur, dengan menggunakan analisis Emile Durkheim terkait salah satu karakteristik fakta sosial. Dalam kehidupan petani masyarakat desa Kademangan, Blitar, kita dapat memperoleh gambaran bahwa berbagai kegiatan maupun tradisi yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan petani dalam arti (Bercocok Tanam) kondisi ini dibentuk oleh suatu fakta sosial yang lingkungan sosialnya, mau tidak mau dan atau sadar tidak sadar individu tersebut diarahkan oleh fakta sosial dalam segala aktivitas untuk bertindak sesuai fakta sosial yang berlaku. Dalam konteks ini juga individu tidak berarti harus mengalami paksaan fakta sosial dengan cara negatif. Dilain sisi terdapat permasalahan petani di desa Kademangan, Blitar, Jawa Timur, ketika sistem ekonomi uang masuk dalam kehidupan kelompok masyarakat petani, mau tidak mau dan sadar tidak sadar individu tersebut telah dipengaruhi oleh fakta sosial serta harus mengikuti sistem yang berlaku dalam fakta sosial tersebut, karena masuknya uang tersebut dapat dikatakan fakta sosial dalam kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan, baik dalam kehidupan petani maupun dalam kehidupan kelompok sosial masyarakat manapun, fakta sosial itu akan selalu ada dalam kehidupan kelompok masyarakat dan individu yang ada dalam kelompok masyarakat tersebut secara terselubung sudah dipengaruhi oleh fakta sosial yang berlaku dalam lingkungan sosialnya.

Fakta sosial tersebut beroperasi tidak memihak satu individu atau individu yang lain tetapi fakta sosial tersebut mempengaruhi semua individu dalam kelompok masyarakat dimanapun. Jadi fakta sosial ini bersifat umum dan atau tersebar meluas di seluruh kehidupan masyarakat sehingga dapat dikatakan fakta sosial itu merupakan milik bersama bukan milik ataupun sifat individu perorangan. Fakta sosial ini bersifat kolektif dan pengaruhnya terhadap individu merupakan hasil dari sifat kolektifnya ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar