Penegakan Hukum
Penegakan
hukum adalah suatu proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya
norma-norma secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat
yang berhubungan dengan hukum. Penegakan hukum merupakan suatu persoalan yang
dihadapi oleh setiap masyarakat. Perkataan penegakan hukum mempunyai konotasi
menegakkan, melaksanakan ketentuan di dalam masyarakat, sehingga dalam konteks
yang lebih luas penegakan hukum merupakan suatu proses berlangsungnya
perwujudan konsep-konsep yang abstrak menjadi kenyataan.
Proses
penegakan hukum dalam kenyataan memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat
penegak hukum itu sendiri. Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah
yang mantab dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran
nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup.
Dalam
pelaksanaan penegakan hukum perlu adanya suatu penyuluhan hukum guna untuk
mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat sehingga masyarakat
dapat menghayati hak dan kewajiban asasi dalam rangka tegaknya hukum, tegaknya
keadilan, ketertiban hukum, kepastian hukum dan terbentuknya sikap dan perilaku
yang taat pada hukum.
Teori Efektivitas
Teori
efektivitas ini dapat diartikan sebagai keberhasilan dalam pencapai target atau
tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas memiliki beragam jenis, salah satunya
adalah efektivitas sebuah peraturan, efektivitas dalam studi ini diartikan
bahwa perbuatan nyata orang-orang sesuai dengan norma-norma hukum. Keefektifan
atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 faktor, diantaranya yaitu :
a. Faktor
Hukum ( Undang-Undang )
Dalam
praktik penyelenggaraan penegakan hukum di lapangan ada kalanya terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh
konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan
kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
b. Faktor
Penegak Hukum ( Pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum )
Untuk
berfungsi suatu hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan
peranan penting. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang
baik, maka akan terjadi masalah. Salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan
hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum.
c. Faktor
sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum
Faktor
sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras.
Perangkat lunak meliputi pendidikan yang diterima oleh polisi, untuk perangkat
keras dalam hal ini adalah meliputi sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor
pendukung, seperti halnya perlengkapan, kendaraan maupun alat-alat komunikasi
yang proposional.
d. Faktor
masyarakat ( lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan )
Penegakan
hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam
masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai
kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu
kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang, adanya derajat kepatuhan
hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya
hukum yang bersangkutan.
e. Faktor
kebudayaan ( sebagai hasil karya, cipta, rasa, karsa manusia di dalam pergaulan
hidup )
Kebudayaan
menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan
masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana segharusnya
bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan
orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang peri
kelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa
yang dilarang.
Kelima
faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok dalam
penegakan hukum, serta sebagai tolak ukur dari efektivitasnya penegak hukum.
Kesemua faktor tersebut akan sangat menentukan proses penegakan hukum dalam
masyarakat dan tidak dapat dinafikan satu dengan yang lainnya, kegagalan pada
salah satu komponen akan berimbas pada faktor yang lain.
Kesadaran Hukum
Kesadaran
hukum akan terwujud apabila ada indikator pengetahuan hukum, sikap hukum, dan
perilaku hukum yang patuh terhadap hukum. Ketiga indikator inilah yang dapat
dijadikan tolak ukur dari kesadaran hukum, karena jika ketiga indikator itu
rendah maka kesadaran hukunya juga ikut rendah. Kesadaran hukum yang rendah
atau tinggi masyarakat akan sangat mempengaruhi pelaksanaan hukum. Kesdaran
hukum yang rendah akan menjadi kendala maupun hambatan dalam penegakan maupun pelaksanaan
hukum baik berupa tingginya tingkat pelanggaran hukum maupun kurang
berpartisipasinya masyarakat dalam pelaksanaan hukum.
Menurut
Soerjono Soekanto, kesadaran hukum yang tinggi mengakibatkan warga masyarakat
mematuhi hukum yang berlaku. Sebaliknya, apabila kesadaran hukum sangat rendah,
maka derajat kepahaman terhadap hukum juga tinggi. Soerjono Soekanto juga
mengemukakan empat unsur kesadaran hukum, yaitu : Pengaturan tentang hukum,
Pengetahuan tentang isi hukum, Sikap hukum, Pola perilaku hukum.
Kesadaran
hukum merupakan suatu proses psikis yang terdapat dalam diri manusia, yang
mungkin timbul dan mungkin juga tidak timbul. Untuk meningkatkan kesadaran
hukum maka perlu diadakannya penerangan dan penyuluhan hukum yang teratur atas
dasar rencana yang mantap. Penerangan hukum bertujuan agar warga masyarakat
mengetahui mengenai hukum tertentu, seperti perundang-undangan tertentu
mengenai pajak, kehutanan, dan juga tentang lalu lintas. Upaya untuk
meningkatkan kesadaran hukum juga tak lepas dari upaya preventif yaitu tindakan
yang dilakukan untuk melancarkan pada saat sebelum terjadinya perbuatan
melanggar hukum secara riil. Tindakan ini termasuk juga dalam kategori
pencegahan, misal tindakan penjagaan, membayangi, memberi isyarat dan
lain-lain, maupun represif yaitu tindakan aparat penegak hukum terhadap
perbuatan seseorang yang dilakukan setelah terjadinya kejahatan ini dimulai
atau setelah terjadinya pelanggaran hukum, misal operasi polisi di jalan umum.
Dengan adanya penyuluhan maupun penerangan diharapkan agar hukum yang berlaku
benar-benar mencerminkan keserasian jalinan nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat.
Kepatuhan Hukum
Kepatuhan
hukum adalah kesadaran kemanfaatan hukum yang melahirkan bentuk kesetiaan
masyarakat terhadap nilai-nilai hukum yang diberlakukan dalam hidup bersama
yang diwujudkan dalam bentuk perilaku yang senyatanya patuh terhadap
nilai-nilai hukum itu sendiri yang dapat dilihat dan dirasakan oleh sesama
anggota masyarakat. Ditegaskan lagi bahwa kepatuhan masyarakat pada hakikatnya
merupakan kesadaran dan kesetiaan masyarakat terhadap hukum yang berlaku
sebagai aturan main sebagai konsekuensi hidup bersama, dimana kesetiaan
tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku yang senyatanya patuh pada hukum,
antara das sein dengan das sollen secara fakta sama.
Kepatuhan
sendiri masih dapat dibedakan kualitasnya dalam tiga jenis, yaitu :
1. Ketaatan
yang bersifat compliance, yaitu jika
seseorang taat terhadap suatu aturan hanya ia takut terkena sanksi.
2. Ketaatan
yang bersifat identification, yaitu
jika seseorang taat terhadap suatu aturan hanya karena takut hubungan baiknya
dengan seseorang menjadi rusak.
3. Ketaatan
yang bersifat internalization, yaitu
jika seseorang taat terhadap suatu aturan benar-benar karena ia merasa aturan itu
sesuai dengan nilai-nilai intrinsik yang dianutnya.
Dengan
mengetahui ketiga jenis ketaatan ini maka kita dapat mengidentifikasi seberapa
efektifnya suatu peraturan perundang-undangan. Semakin banyak warga masyarakat
yang menaati suatu undang-undang hanya dengan ketaatan yang bersifat compliance atau identification, berarti kualitas keefektifan aturan undang-undang
itu masih rendah, sebaliknya semakin banyak warga masyarakat yang menaati suatu
aturan perundang-undangan dengan ketaatan yang bersifat internalization, maka semakin tinggi kualitas keefektifan aturan
atau undang-undang itu. Kesadaran hukum, ketaatan hukum, dan efektifitas
perundang-undangan adalah tiga unsur yang saling berhubungan dalam tegaknya
segala peraturan dalam masyarakat. Namun, selain itu ada faktor penghambat
terhadap masyarakat untuk mematuhi suatu peraturan yaitu eksploitasi ekonomi,
terutama dalam saat-saat kritis atau pada saat tekanan ekonomi. Maka pada
tingkat inilah masyarakat akan melakukan pelanggaran guna untuk memenuhi ekonominya.
Contoh Observasi
Kepatuhan Hukum Masyarakat Dalam Lingkup Kampus ( Larangan Mencontek )
Terkait dengan Kepatuhan Hukum Masyarakat dalam
lingkup kampus, disini saya mendapatkan tugas untuk melakukan observasi, guna
mendapatkan informasi tentang larangan mencontek bagi mahasiswa/i. Dibawah ini
terdapat beberapa hasil observasi tentang mahasiswa/i yang belum pernah
mencontek, dan mahasiswa/i yang pernah mencontek.
Dari
hasil observasi pada mahasiswa di IAIN Tulungagung terkait dengan mahasiswa
yang belum pernah mencontek sama sekali dan mahasiswa yang pernah mencontek,
saya sebagai pencari informasi menemukan beberapa fakta dan alasan yang cukup
mencengangkan terkait kedua hal tersebut.
Dimulai
dari hasil observasi saya dengan salah satu mahasiswa yang belum pernah
mencontek, kebetulan kepada seorang mahasiswi perempuan yang bernama Imroatul
Khasanah ( PS 5D ) bahwasannya alasan untuk tidak mencontek adalah kebiasaan
atau didikan oleh kedua orang tuanya sejak masih kecil untuk tidak mencontek
sama sekali, pada keluarga Imroatul mencontek adalah sebagai salah satu hal yang
membohongi diri sendiri atas kemampuan yang sudah dimiliki dan hal itu termasuk
dosa kepada diri sendiri. Hal itulah yang membuat salah satu mahasiswi ini,
yang sampai sekarang belum pernah mencontek.
Untuk
observasi dengan seorang mahasiswa yang lainnya, ternyata masih ada seorang
Laki-Laki yang mayoritas pernah atau bahkan hobby untuk melakukan contek
mencontek, tetapi tidak berlaku untuk seorang mahasiswa yang bernama M. Rasyid
Ridho (TBI 1B) yang saat ini masih duduk pada semester satu. Menurut dia alasan
tidak mencontek adalah dia sangat percaya diri pada kemampuan dia sendiri,
meskipun hasilnya kurang memuaskan tapi dia sangat puas dengan hasil karyanya
sendiri tanpa membohongi diri sendiri dengan cara mencontek.
Selanjutnya
untuk observasi pada mahasiswa yang pernah mencontek, pada hasil observasi
tentang mahasiswa yang pernah mencontek mayoritas ada banyak yang melakukan hal
ini, intinya lebih sulit mencari mahasiswa yang sama sekali belum pernah
mencontek dibandingkan mahasiswa yang suka mencontek.
Salah
satunya pada mahasiswa satu ini, Hasbi Saba Abdan S ( HK 5B ), menurut dia
mencontek adalah salah satu cara ketika semua hasil pikiran sudah “ngeblank” atau kosong, hal ini dilakukan
ketika sudah tidak ada lagi yang terngiang dalam pikiriannya terkait dengan
pelajaran yang hari itu diujikan. Dia sangat sering melakukan hal ini atau
bahkan dia menyebutnya sebagai hobby, karena dengan mencontek tidak usah
belajarpun yang penting mempunyai nyali dan adrenalin yang kuat untuk
melaksanakan aksi contek mencontek, hasil akhir pasti tidak akan berbohong.
Selanjutnya
ada salah satu mahasiswa lagi yang sangat suka mencontek, dia bernama M. Esa
Darmawan ( PGMI 3E ), dia mengaku bahwa mencontek adalah hal rutinan yang harus
atau bahkan wajib dilakukan ketika UTS dan UAS telah tiba. Karena dia merasa
tidak percaya diri akan kemampuannya sendiri, hal itu diakui dengan penuh rasa
jujur. Menurut dia mencontek adalah hobby, dengan mencontek dia merasa puas
walaupun nilai yang didapatkan bukan dengan hasil jerih payah belajar melainkan
hanya dengan cara yang instant yaitu mencontek.
Pernyataan
di atas tersebut, telah membuktikan bahwa Kepatuhan Hukum dalam lingkup kampus
khususnya pada mahasiswa/mahasiswi terjadi perbedaan yang sangat signifikan.
Dimana, hal yang dianggap baik pastinya akan terus diikuti oleh pelaku
(mahasiswa/i) yang memang sudah memiliki tingkat kesadaran akan hal baik itu
sendiri, dan sebaliknya hal yang buruk atau tidak patut dilakukan, tetap terus
dijalankan meskipun pelaku (mahasiswa/i) mengetahui secara hati nurani bahwa
itu hal yang buruk, tetapi untuk menempuh dan bisa memperoleh hasil yang
memuaskan para mahasiswa tersebut rela menghalalkan segala cara demi
mendapatkan hasil yang baik yang bersifat instant. Oleh karena itu, kepatuhan
dalam lingkup hukum harus ditanamkan sejak dini dan harus berdasarkan pada
kesadaran masing-masing pihak, guna membangun generasi muda bangsa
Indonesia ini semakin maju dalam hal akhlak, kemampuan berpikir, dan kesadaran
akan hal baik yang terus dilakukan dan hal buruk yang pastinya untuk
dihindarkan.