Senin, 31 Oktober 2016

PENEGAKAN HUKUM DAN KEPATUHAN HUKUM MASYARAKAT



Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah suatu proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat yang berhubungan dengan hukum. Penegakan hukum merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap masyarakat. Perkataan penegakan hukum mempunyai konotasi menegakkan, melaksanakan ketentuan di dalam masyarakat, sehingga dalam konteks yang lebih luas penegakan hukum merupakan suatu proses berlangsungnya perwujudan konsep-konsep yang abstrak menjadi kenyataan.

Proses penegakan hukum dalam kenyataan memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat penegak hukum itu sendiri. Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah yang mantab dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Dalam pelaksanaan penegakan hukum perlu adanya suatu penyuluhan hukum guna untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat sehingga masyarakat dapat menghayati hak dan kewajiban asasi dalam rangka tegaknya hukum, tegaknya keadilan, ketertiban hukum, kepastian hukum dan terbentuknya sikap dan perilaku yang taat pada hukum.

Teori Efektivitas

Teori efektivitas ini dapat diartikan sebagai keberhasilan dalam pencapai target atau tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas memiliki beragam jenis, salah satunya adalah efektivitas sebuah peraturan, efektivitas dalam studi ini diartikan bahwa perbuatan nyata orang-orang sesuai dengan norma-norma hukum. Keefektifan atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 faktor, diantaranya yaitu :

a.       Faktor Hukum ( Undang-Undang )
Dalam praktik penyelenggaraan penegakan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
b.      Faktor Penegak Hukum ( Pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum )
Untuk berfungsi suatu hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, maka akan terjadi masalah. Salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum.
c.       Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum
Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat lunak meliputi pendidikan yang diterima oleh polisi, untuk perangkat keras dalam hal ini adalah meliputi sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung, seperti halnya perlengkapan, kendaraan maupun alat-alat komunikasi yang proposional.
d.      Faktor masyarakat ( lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan )
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang, adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.
e.       Faktor kebudayaan ( sebagai hasil karya, cipta, rasa, karsa manusia di dalam pergaulan hidup )
Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana segharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang peri kelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok dalam penegakan hukum, serta sebagai tolak ukur dari efektivitasnya penegak hukum. Kesemua faktor tersebut akan sangat menentukan proses penegakan hukum dalam masyarakat dan tidak dapat dinafikan satu dengan yang lainnya, kegagalan pada salah satu komponen akan berimbas pada faktor yang lain.

Kesadaran Hukum

Kesadaran hukum akan terwujud apabila ada indikator pengetahuan hukum, sikap hukum, dan perilaku hukum yang patuh terhadap hukum. Ketiga indikator inilah yang dapat dijadikan tolak ukur dari kesadaran hukum, karena jika ketiga indikator itu rendah maka kesadaran hukunya juga ikut rendah. Kesadaran hukum yang rendah atau tinggi masyarakat akan sangat mempengaruhi pelaksanaan hukum. Kesdaran hukum yang rendah akan menjadi kendala maupun hambatan dalam penegakan maupun pelaksanaan hukum baik berupa tingginya tingkat pelanggaran hukum maupun kurang berpartisipasinya masyarakat dalam pelaksanaan hukum.

Menurut Soerjono Soekanto, kesadaran hukum yang tinggi mengakibatkan warga masyarakat mematuhi hukum yang berlaku. Sebaliknya, apabila kesadaran hukum sangat rendah, maka derajat kepahaman terhadap hukum juga tinggi. Soerjono Soekanto juga mengemukakan empat unsur kesadaran hukum, yaitu : Pengaturan tentang hukum, Pengetahuan tentang isi hukum, Sikap hukum, Pola perilaku hukum.

Kesadaran hukum merupakan suatu proses psikis yang terdapat dalam diri manusia, yang mungkin timbul dan mungkin juga tidak timbul. Untuk meningkatkan kesadaran hukum maka perlu diadakannya penerangan dan penyuluhan hukum yang teratur atas dasar rencana yang mantap. Penerangan hukum bertujuan agar warga masyarakat mengetahui mengenai hukum tertentu, seperti perundang-undangan tertentu mengenai pajak, kehutanan, dan juga tentang lalu lintas. Upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum juga tak lepas dari upaya preventif yaitu tindakan yang dilakukan untuk melancarkan pada saat sebelum terjadinya perbuatan melanggar hukum secara riil. Tindakan ini termasuk juga dalam kategori pencegahan, misal tindakan penjagaan, membayangi, memberi isyarat dan lain-lain, maupun represif yaitu tindakan aparat penegak hukum terhadap perbuatan seseorang yang dilakukan setelah terjadinya kejahatan ini dimulai atau setelah terjadinya pelanggaran hukum, misal operasi polisi di jalan umum. Dengan adanya penyuluhan maupun penerangan diharapkan agar hukum yang berlaku benar-benar mencerminkan keserasian jalinan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.

Kepatuhan Hukum

Kepatuhan hukum adalah kesadaran kemanfaatan hukum yang melahirkan bentuk kesetiaan masyarakat terhadap nilai-nilai hukum yang diberlakukan dalam hidup bersama yang diwujudkan dalam bentuk perilaku yang senyatanya patuh terhadap nilai-nilai hukum itu sendiri yang dapat dilihat dan dirasakan oleh sesama anggota masyarakat. Ditegaskan lagi bahwa kepatuhan masyarakat pada hakikatnya merupakan kesadaran dan kesetiaan masyarakat terhadap hukum yang berlaku sebagai aturan main sebagai konsekuensi hidup bersama, dimana kesetiaan tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku yang senyatanya patuh pada hukum, antara das sein dengan das sollen secara fakta sama.

Kepatuhan sendiri masih dapat dibedakan kualitasnya dalam tiga jenis, yaitu :
1.      Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang taat terhadap suatu aturan hanya ia takut terkena sanksi.
2.      Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang taat terhadap suatu aturan hanya karena takut hubungan baiknya dengan seseorang menjadi rusak.
3.      Ketaatan yang bersifat internalization, yaitu jika seseorang taat terhadap suatu aturan benar-benar karena ia merasa aturan itu sesuai dengan nilai-nilai intrinsik yang dianutnya.

Dengan mengetahui ketiga jenis ketaatan ini maka kita dapat mengidentifikasi seberapa efektifnya suatu peraturan perundang-undangan. Semakin banyak warga masyarakat yang menaati suatu undang-undang hanya dengan ketaatan yang bersifat compliance atau identification, berarti kualitas keefektifan aturan undang-undang itu masih rendah, sebaliknya semakin banyak warga masyarakat yang menaati suatu aturan perundang-undangan dengan ketaatan yang bersifat internalization, maka semakin tinggi kualitas keefektifan aturan atau undang-undang itu. Kesadaran hukum, ketaatan hukum, dan efektifitas perundang-undangan adalah tiga unsur yang saling berhubungan dalam tegaknya segala peraturan dalam masyarakat. Namun, selain itu ada faktor penghambat terhadap masyarakat untuk mematuhi suatu peraturan yaitu eksploitasi ekonomi, terutama dalam saat-saat kritis atau pada saat tekanan ekonomi. Maka pada tingkat inilah masyarakat akan melakukan pelanggaran guna untuk memenuhi ekonominya.

Contoh Observasi Kepatuhan Hukum Masyarakat Dalam Lingkup Kampus ( Larangan Mencontek )

Terkait dengan Kepatuhan Hukum Masyarakat dalam lingkup kampus, disini saya mendapatkan tugas untuk melakukan observasi, guna mendapatkan informasi tentang larangan mencontek bagi mahasiswa/i. Dibawah ini terdapat beberapa hasil observasi tentang mahasiswa/i yang belum pernah mencontek, dan mahasiswa/i yang pernah mencontek.

Dari hasil observasi pada mahasiswa di IAIN Tulungagung terkait dengan mahasiswa yang belum pernah mencontek sama sekali dan mahasiswa yang pernah mencontek, saya sebagai pencari informasi menemukan beberapa fakta dan alasan yang cukup mencengangkan terkait kedua hal tersebut.

Dimulai dari hasil observasi saya dengan salah satu mahasiswa yang belum pernah mencontek, kebetulan kepada seorang mahasiswi perempuan yang bernama Imroatul Khasanah ( PS 5D ) bahwasannya alasan untuk tidak mencontek adalah kebiasaan atau didikan oleh kedua orang tuanya sejak masih kecil untuk tidak mencontek sama sekali, pada keluarga Imroatul mencontek adalah sebagai salah satu hal yang membohongi diri sendiri atas kemampuan yang sudah dimiliki dan hal itu termasuk dosa kepada diri sendiri. Hal itulah yang membuat salah satu mahasiswi ini, yang sampai sekarang belum pernah mencontek.

Untuk observasi dengan seorang mahasiswa yang lainnya, ternyata masih ada seorang Laki-Laki yang mayoritas pernah atau bahkan hobby untuk melakukan contek mencontek, tetapi tidak berlaku untuk seorang mahasiswa yang bernama M. Rasyid Ridho (TBI 1B) yang saat ini masih duduk pada semester satu. Menurut dia alasan tidak mencontek adalah dia sangat percaya diri pada kemampuan dia sendiri, meskipun hasilnya kurang memuaskan tapi dia sangat puas dengan hasil karyanya sendiri tanpa membohongi diri sendiri dengan cara mencontek.

Selanjutnya untuk observasi pada mahasiswa yang pernah mencontek, pada hasil observasi tentang mahasiswa yang pernah mencontek mayoritas ada banyak yang melakukan hal ini, intinya lebih sulit mencari mahasiswa yang sama sekali belum pernah mencontek dibandingkan mahasiswa yang suka mencontek.

Salah satunya pada mahasiswa satu ini, Hasbi Saba Abdan S ( HK 5B ), menurut dia mencontek adalah salah satu cara ketika semua hasil pikiran sudah “ngeblank” atau kosong, hal ini dilakukan ketika sudah tidak ada lagi yang terngiang dalam pikiriannya terkait dengan pelajaran yang hari itu diujikan. Dia sangat sering melakukan hal ini atau bahkan dia menyebutnya sebagai hobby, karena dengan mencontek tidak usah belajarpun yang penting mempunyai nyali dan adrenalin yang kuat untuk melaksanakan aksi contek mencontek, hasil akhir pasti tidak akan berbohong.

Selanjutnya ada salah satu mahasiswa lagi yang sangat suka mencontek, dia bernama M. Esa Darmawan ( PGMI 3E ), dia mengaku bahwa mencontek adalah hal rutinan yang harus atau bahkan wajib dilakukan ketika UTS dan UAS telah tiba. Karena dia merasa tidak percaya diri akan kemampuannya sendiri, hal itu diakui dengan penuh rasa jujur. Menurut dia mencontek adalah hobby, dengan mencontek dia merasa puas walaupun nilai yang didapatkan bukan dengan hasil jerih payah belajar melainkan hanya dengan cara yang instant yaitu mencontek.

Pernyataan di atas tersebut, telah membuktikan bahwa Kepatuhan Hukum dalam lingkup kampus khususnya pada mahasiswa/mahasiswi terjadi perbedaan yang sangat signifikan. Dimana, hal yang dianggap baik pastinya akan terus diikuti oleh pelaku (mahasiswa/i) yang memang sudah memiliki tingkat kesadaran akan hal baik itu sendiri, dan sebaliknya hal yang buruk atau tidak patut dilakukan, tetap terus dijalankan meskipun pelaku (mahasiswa/i) mengetahui secara hati nurani bahwa itu hal yang buruk, tetapi untuk menempuh dan bisa memperoleh hasil yang memuaskan para mahasiswa tersebut rela menghalalkan segala cara demi mendapatkan hasil yang baik yang bersifat instant. Oleh karena itu, kepatuhan dalam lingkup hukum harus ditanamkan sejak dini dan harus berdasarkan pada kesadaran masing-masing pihak, guna membangun generasi muda bangsa Indonesia ini semakin maju dalam hal akhlak, kemampuan berpikir, dan kesadaran akan hal baik yang terus dilakukan dan hal buruk yang pastinya untuk dihindarkan.

Minggu, 09 Oktober 2016

Lembaga Sosial Non Pemerintah ( Lembaga Keluarga )



Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Berdasar Undang – undang 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Bab 1 pasal 1 ayat 6 pengertian Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya (duda), atau ibu dan anaknya (janda).

Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi  yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

Keluarga yang ideal dibentuk melaluli perkawinan dan akan memberikan fungsi kepada setiap anggotanya. Di dalam keluarga, akan terbentuk tingkat-tingkat sepanjang hidup individu ( stages a long the life cycle ), yaitu masa-masa perkembangan individu sejak masa bayi, masa penyapihan ( anak yang sedang menyusu kepada ibunya ), masa kanak-kanak, masa pubertas, masa setelah nikah, masa hamil, masa tua, dan seterusnya. Perkembangan kehidupan yang demikian dapat terjadi dalam kehidupan keluarga umum. Pada setiap masa perkembangan individu dalam keluarga, akan terjadi penanaman pengaruh dari lingkungan sosial tempat individu yang bersangkutan berada. Pengaruh tersebut secara langsung berasal dari orang tuanya melalui penanaman nilai-nilai budaya yang dianut atau pengaruh lingkungan pergaulan yang membentuk pribadi bersangkutan (sosialisai).

Keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil memiliki struktur yang khas, diikat oleh aturan-aturan yang ada di masyarakat yang umumnya secara ideal dibentuk melalui perkawinan. Oleh karena itu, setiap orang tidak dapat seenaknya dalam menentukan pilihan. Pasangan hidup yang diperoleh melalui perkawinan merupakan pasangan resmi yang diakui masyarakat sehingga setiap orang tidak dapat mengganti pasangannya hanya berdasarkan kebutuhan atau keinginan semata-mata. Jika hal ini terjadi di masyarakat, orang yang berbuat demikian akan tercela bahkan diasingkan dalam kehidupan sehari-hari karena dianggap melanggar norma dan nilai yang telah melembaga di masyarakat.

Di dalam kehidupan keluarga dikenal keluarga inti, yaitu keluarga yang terdiri atas orangtua ( ayah dan ibu ) dan anak-anaknya yang belum menikah. Anak sebagai anggota dari keluarga inti dapat saja merupakan anak kandung, anak tiri, atau anak angkat. Mereka bersama-sama memelihara keutuhan rumah tangga sebagai suatu satuan sosial.

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang di kenal sebagai keluarga inti ( nuclear family ). Keluarga memiliki fungsi sosial majemuk bagi terciptanya kehidupan sosial dan masyarakat. Dalam keluarga diatur hubungan antar anggota keluarga sehingga tiap anggota mempunyai peran dan fungsi yang jelas. Contohnya, seorang ayah sebagai kepala keluarga sekaligus bertanggung jawab untuk menghidupi keluarganya; ibu sebagai pengatur, pengurus, dan pendidik anak.

Keluarga inti biasanya disebut sebagai rumah tangga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai tempat dan proses pergaulan hidup. Suatu keluarga inti dianggap sistem sosial karena memiliki unsur-unsur sosial yang meliputi kepercayaan, perasaan, tujuan, kaidah-kaidah, kedudukan dan peranan, tingkatan atau jenjang, sanksi, kekuasaan, dan fasilitas. Setiap kehidupan yang terjadi di masyarakat, terutama keluarga sebagai lembaga terkecil sruktur kelembagaannya akan berkembang sesuai dengan keinginan masyarakat untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Adapun tugas atau fungsi keluarga adalah sebagai berikut.

-Fungsi Melanjtkan Keturunan atau Reproduksi

Pada awal terbinanya keluarga, tentu saja banyak yang mendambakan kehadiran anak, sebagai hasil perkawinan dari hubungan suami istri yang dilakukan secara sah.

-Fungsi Afeksi

Seseorang memiliki kebutuhan dasar yang telah ditanamkan sejak dilahirkan, berupa kasih sayang, rasa cinta orang tua yang melahirkan atau yang mengasuhnya. Kebutuhan dasar yang demikian akan terus berlanjut sampai dewasa, bahkan sampai tua dan kemudian saat sebelum meninggal dunia. Kebutuhan kasih sayang atau rasa cinta dapat diperoleh dari orang tuanya atau orang lain terhadap dirinya apabila yang bersangkutan turut pula memberikan kebutuhan dasar kepada orang lain sehingga terjadi saling mengisi kebutuhan dasar.

-Fungsi Sosialisai

Keluarga merupakan sistem yang menyelenggarakan sosialisai terhadap calon-calon warga masyarakat baru. Seseorang yang dilahirkan di suatu keluarga akan melalui suatu proses penyerapan unsur-unsur budaya yang mengatur masyarakat bersangkutan. Calon warga masyarakat baru dipersiapkan oleh orangtuanya, kemudian oleh orang lain dan lembaga pendidikan sekolah, untuk dapat menjalankan peranan dalam kehidupan bermasyarakat, di bidang ekonomi, agama, atau politik sesuai dengan kebutuhan setiap anggota masyarakat. Keluarga merupakan tempat awal terbinanya sosialisasi bagi seseorang.

Dijumpai tiga proses yang menjadi dasar hubungan antara manusia dan dunia kehidupan nya sebagai lingkungan sosial ( walaupun tidak selalu berurutan ), yaitu sebagai berikut :

1.     Eksternalisasi adalah proses pembentukan pengetahuan latar belakang yang tersedia untuk dirinya serta untuk orang lain.
2.  Objektivasi adalah proses meneruskan pengetahuan latar belakang tersebut kepada generasi berikutnya secara objektif.
3.      Internalisasi adalah proses yang menjadikan kenyataan sosial yang sudah menjadi kenyataan objektif itu ditanamkan ke dalam kesadaran, terutama pada anggota masyarakat baru, dalam konteks proses sosialisasi.

Pembinaan Keluarga  

Pembinaan Keluarga Dalam Aspek Agama, Pendidikan, Sosial, Budaya, dan Ekonomi.

Aspek Agama

Agama memiliki peran penting dalam membina keluarga. Agama yang merupakan jawaban dan penyelesaian terhadap fungsi kehidpan manusia adalah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Oleh karena itu, sebuah keluarga haruslah memiliki dan berpegang pada suatu agama yang diyakininya agar pembinaan keluarga sejahtera dapat terwujud sejalan dengan apa yang diajarkan oleh agama.

Aspek Pendidikan

Pendidikan keluarga sangat penting namun seringkali dianggap tidak penting. Etika yang benar harus diajarkan kepada anak semenjak kecil, sehingga ketika seorang anak menjadi dewasa, ia akan berperilaku baik. Tentu saja perilaku orang tua juga harus baik dan benar sebagai contoh untuk anaknya. Jikalau semenjak kecil seorang anak diajarkan dengan baik dan benar maka keluarga tersebut akan harmonis. Dan seandainya setiap keluarga mengajarkan nilai-nilai etika yang benar maka semua manusia akan hidup berdampingan dan damai. Keluarga merupakan wahana pertama dan utama dalam pendidikan karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah. Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan (karakter) pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik ( seperti makan, minum, dll ) dan kebutuhan psikologis ( seperti rasa aman, kasih sayang, dll ), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak.

Aspek ekonomi

Pemerintah mengelompokkan keluarga di Indonesia ke dalam dua tipe, keluarga pra-sejahtera yang kita bayangkan ketika mendengar keluarga tipe ini adalah keluarga yang masih mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya berupa sandang, pangan, dan papan. Keluarga pra-sejahtera identik dengan keluarga yang anaknya banyak, tidak dapat menempuh pendidikan secara layak, tidak memiliki penghasilan tetap, belum memperhatikan masalah kesehatan lingkungan, rentan terhadap penyakit, mempunyai masalah tempat tinggal dan masih perlu mendapat bantuan sandang dan pangan. Tipe keluarga sejahtera yang terbayang ketika mendengar keluarga tipe ini adalah sebuah keluarga yang sudah tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Keluarga sejahtera identik dengan keluarga yang anaknya dua atau tiga, mampu menempuh pendidikan secara layak, memiliki penghasilan tetap, sudah menaruh perhatian terhadap masalah kesehatan lingkungan, rentan terhadap penyakit, mempunyai tempat tinggal dan tidak perlu mendapat bantuan sandang dan pangan. Selama ini konsentrasi pembinaan terhadap keluarga yang dilakukan oleh pemerintah adalah menangani keluarga pra-sejahtera. Hal itu terlihat dari program-program dasar pembinaan keluarga seperti perencanaa kelahiran (KB), Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU), pelayanan kesehatan gratis, pembinaan lansia, pengadaan rumah khusus keluarga pra-sejahtera dan sejenisnya.

Aspek Sosial Budaya

Perkembangan anak pada usia antara tiga-enam tahun adalah perkembangan sikap sosialnya. Konsep perkembangan sosial mengacu pada perilaku anak dalam hubungannya dengan lingkungan sosial untuk mandiri dan dapat berinteraksi atau untuk menjadi manusia sosial. Interaksi adalah komunikasi dengan manusia lain, suatu hubungan yang menimbulkan perasaan sosial yang mengikatkan individu dengan sesama manusia, perasaan hidup bermasyarakat seperti tolong menolong, saling memberi dan menerima, simpati dan empati, rasa setia kawan dan sebagainya.

Peran keluarga

Seseorang tidak dilahirkan langsung menjadi anggota masyarakat, tetapi bagian dari anggota keluarga sebagai satuan unit masyarakat yang terkecil. Di dalam keluarga, seseorang akan mendapat pendidikan awal untuk mengenal lingkungan sosialnya, yang kemudian berpartisipasi di dalamnya. Hal itu dianggap sosialisasi primer untuk mempersiapkan anggota keluarga menjadi anggota masyarakat. Sosialisasi sekunder adalah suatu proses bagi individu untuk mengenal dan memahami lingkungan sosialnya secara lebih luas. Hal ini merupakan awal menjadi anggota masyarakat yang disebut juga sebagai proses internalisasi. Internalisasi adalah dasar untuk memahami sesama anggota masyarakat dan untuk memahami dunia kehidupan sosial sebagai kenyataan sosial yang penuh makna bagi seorang individu.

Proses pemahaman lingkungan sosial bagi anggota masyarakat tidak ditafsirkan secara perorangan, tetapi melihat keterlibatan setiap anggota masyarakat yang terdapat di dalamnya. Selanjutnya, seseorang akan meleburkan diri dan mengikuti kehidupan yang berlaku di tempat individu tersebut berada atau tinggal. Memahami dunia kehidupan sosial dimulai dari dunia kehidupan keluarga sebagai dunia awal bagi seseorang untuk melakukan sosialisasi. Setelah yang bersangkutan dewasa maka harus memahami dunia kehidupan yang lebih luas dari dunia sebelumnya, yang turut membentuk dan mempengaruhi kepribadiannya. Proses pemahaman lingkungan sosial tidak hanya terbatas pada lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat, tetapi akan meluas ke berbagai bidang kehidupan dan bergantung pada aktivitas kehidupan seseorang.

Keluarga tidak hanya berfungsi sebagai satuan sosial yang menyelenggarakan sosialisasi, tetapi juga sebagai satuan yang memberikan kepuasan emosional dan rangsangan perasaan para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga atau pranata yang besar pengaruhnya terhadap sosialisasi anak.

Kondisi demikian menyebabkan pentingnya peranan keluarga, yaitu sebagai berikut :

1.      Keluarga batih merupakan kelompok kecil yang anggota-anggotanya berinteraksi langsung secara tetap dan berkesinambungan. Dengan demikian, perkembangan anak dapat diikuti secara saksama oleh kedua orangtuanya, dan kepribadian anak pun dapat lebih mudah dibentuk dalam tahap sosialisasi primer. Perhatian yang besar orangtua terhadap anak-anaknya dapat mendorong mereka berprestasi di sekolah.
2.    Orangtua yang berpandangan maju memiliki motivasi yang kuat dalam mendidik anaknya. Anak diharapkan dapat memiliki status dan peran yang baik di masyarakat.
  
Contoh Penerapan Lembaga Sosial Non Pemerintah ( Lembaga Keluarga )

Dalam sebuah keluarga juga terdapat aturan yang diterapkan dimana hal itu harus dilakukan oleh semua komponen keluarga. Misalnya, saya mengambil contoh dalam keluarga saya sendiri. Dalam lingkup keluarga tersebut memiliki tujuan tertentu, aktivitas konsisten yang sering dilakukan, tradisi tertulis ( aturan yang ada, bisa dibuktikan keberadaannya ), tradisi tidak tertulis ( aturan yang berlaku secara tiba-tiba ).

Tujuan tertentu dalam keluarga, yaitu mensejahterakan semua anggota keluarga baik dalam segi materil ataupun batin. Contohnya, dalam segi materil yaitu semua anggota keluarga bisa tercukupi akan kebutuhannya, baik itu kebutuhan primer maupun sekunder. Sedangkan dalam batin, keluarga merupakan tempat mengungkapkan segala masalah dan di dalam keluarga pula solusi itu selalu ada. Jadi dapat disimpulkan mengenai mensejahterakan secara batin adalah memecahkan suatu masalah meskipun masalah itu sangat rumit.

Aktivitas Konsisten yang sering dilakukan di keluarga saya antara lain, pada waktu pagi hari tepatnya pukul 04.30 WIB semua anggota keluarga diharuskan sudah dalam keadaan bangun dan bersiap untuk melakukan ibadah shalat subuh secara berjamaah dan itu merupakan suatu aktivitas yang kontinu atau terus menerus dilakukan. Selain itu, juga ada aktivitas lain yang dilakukan secara terus menerus dan itu merupakan kebiasaan yaitu, semua anggota keluarga diwajibkan memberi izin terlebih dahulu ketika akan melakukan sesuatu , baik itu mau keluar rumah, ada acara mendadak, dan lain sebagainya semua anggota keluarga wajib meminta izin terlebih dahulu.

Tradisi tertulis yang diterapkan di keluarga saya antara lain, semua anggota keluarga wajib menjaga kebersihan baik itu kebersihan pribadi diri sendiri atau kebersihan lingkungan sekitar, meminta izin terlebih dahulu sebelum meninggalkan rumah guna ada kepentingan tertentu, selalu berkata jujur, mengerjakan shalat lima waktu. Jika beberapa tradisi tertulis tersebut tidak dlakukan, biasanya akan ada dampak yang ditimbulkan dari anggota keluarga yang lain, semisal diacuhkan selama beberapa hari supaya merasakan peraturan apa yang sudah dilanggar, ditegur langsung agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Rata-rata dampak yang diberikan bersifat membangun , supaya tidak lupa akan kewajiban aturan yang harus dipenuhi di dalam keluarga tersebut.

Tradisi tidak tertulis yang biasanya diterapkan adalah jika ada salah satu anggota keluarga yang keluar dari rumah guna ada kepentingan dan itu dilakukan tanpa seizin kepala keluarga ( ayah ) atau ibu, maka sepulang dari rumah akan langsung ditegur dan diintrogasi secara detail. Menurut saya hal itu sangat bagus diterapkan supaya kepribadian anaknya menjadi pribadi yang tanggung jawab dan selalu patuh terhadap peraturan yang ada, tidak seenaknya sendiri dan juga bisa lebih menghargai sebuah peraturan, karena peraturan dibuat bukan untuk dilanggar.

Itu tadi sedikit penjabaran terkait tentang Lembaga Sosial Non Pemerintah, khususnya dalam keluarga. Bukan hanya lembaga sosial yang besar yang mempunyai peraturan dan struktural yang rinci, tetapi lembaga sosial non pemerintah khsusnya keluarga juga mempunyai peraturan dan struktural yang sangat detail sekali, itu semua terbukti dalam uraian keluarga khususnya di keluarga saya sendiri. Jadi sekecil apapun suatu lembaga pasti memiliki peraturan dan struktural yang jelas, yang dibuat guna membentuk suatu lembaga yang baik, berintegritas, dan sejahtera.