Gender
berasal dari kata “Genus” yang artinya jenis atau tipe. Gender adalah sifat
atau perilaku yang terdapat dalam diri manusia baik itu perempuan maupun
laki-laki yang menjadi ciri khas dari diri seseorang. Gender berhubungan dengan
perbedaan peran dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki. Selain itu,
gender juga dapat dikatakan sebagai pembeda jenis kelamin.
Diskriminasi
yaitu suatu tindakan, perilaku atau anggapan yang tidak seharusnya dilakukan
oleh seorang individu maupun kelompok terhadap individu atau kelompok lain.
Diskriminasi merupakan suatu tindakan yang dapat merampas hak orang lain
termasuk hak seorang perempuan maupun laki-laki.
Maka
dapat diartikan bahwa diskriminasi gender merupakan suatu tindakan atau anggapan
yang dilakukan terhadap diri seseorang yang berakibatkan terampasnya hak-hak
seseorang dalam kehidupannya, hak tersebut diantaranya adalah :
1. Hak
untuk hidup tenang dan tentram sesuai yang diharapkan.
2. Hak
untuk mendapatkan kelayakan hidup.
3. Hak
untuk mendapat pekerjaan.
4. Hak
untuk mendapat pendidikan.
5. Hak
untuk mendapatkan kesehatan, dll.
Dengan
adanya diskriminasi tersebut maka dapat berpengaruh terhadap hak-hak yang
dimiliki seseorang. Bahkan seseorang akan merasa tidak nyaman dalam kehidupan
sehari-hari dengan adanya diskriminasi tersebut.
Kesetaraan
Gender
Kesetaraan
gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya,
pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan
dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi
penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki
maupun perempuan.
Keadilan
gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki.
Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda,
subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya
diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka
memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta
memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Memiliki
akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk
menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan
terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol
berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan
hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.
Perbedaan
gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan
ketidakadilan gender (gender inequalities).
Namun, yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan
berbagai ketidakadilan, bagi kaum laki-laki dan terutama terhadap kaum
perempuan. Ketidakadilan gender termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan,
yakni :
1.
Marginalisasi
perempuan sebagai salah satu bentuk ketidakadilan gender.
Proses
marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) yang mengakibatkan kemiskinan, banyak
terjadi dalam masyarakat di Negara berkembang seperti penggusuran dari kampung halaman,
eksploitasi. Namun pemiskinan atas perempuan maupun laki-laki yang disebabkan
jenis kelamin merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan gender.
Sebagai contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat
dari program pembangunan seperti internsifikasi pertanian yang hanya
memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis
kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang
biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu perkembangan teknologi
telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan kini
diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki.
Contoh
Marginalisasi :
Pemupukan
dan pengendalian hama dengan teknologi baru laki-laki yang mengerjakan,
pemotongan padi dengan peralatan sabit, mesin yang hanya membutuhkan tenaga dan
keterampilan diasumsikan laki-laki, menggantikan tangan perempuan dengan alat
panen ani-ani, usaha konveksi lebih suka menyerap tenaga perempuan, peluang menjadi
pembantu rumah tangga lebih banyak perempuan, banyak pekerjaan yang dianggap
sebagai pekerjaan seperti “guru taman kanak-kanak” atau perempuan “sekretaris”
dan “perawat”.
2.
Subordinasi
Subordinasi pada dasarnya adalah
keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih
utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dulu ada pandangan yang
menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Banyak
kasus dalam tradisi, tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang
meletakkan kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan
memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang
gerak terutama perempuan dalam kehidupan. Sebagai contoh apabila seorang istri
yang hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian ke luar negeri
harus mendapat izin suami, tetapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu izin
dari istri.
3.
Pandangan
Stereotype
Stereotype ialah citra baku tentang
individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada.
Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu
stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap
salah satu jenis kelamin (perempuan), hal ini mengakibatkan terjadinya
diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaumperempuan. Misalnya
pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan
pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal
ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di
tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat pemerintah dan negara. Apabila
seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi jika perempuan marah atau
tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar nilai
terhadap perilaku perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut
banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label kaum perempuan sebagai “ibu
rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti
berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari
nafkah utama (breadwinner)
mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan
atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.
4.
Beban
ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan
ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu
jenis kelamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya
beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh
perempuan. Beberapa observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90%
dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain
bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani
masih mendapat pembedaan perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik.
Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum
laki-laki di satu sisi.
Kesetaraan gender menurut agama Islam
Sejak kurang lebih 15 abad yang lalu Islam telah
menghapuskan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Islam memberikan posisi
yang tinggi kepada perempuan. Prinsip kesetaraan dan keadilan gender dalam Ilam
tertuang dalam kitab suci Al-Qur’an. Dalam ajaran Islam tidak dikenal adanya
isu gender yang berdampak merugikan perempuan. Islam bahkan menetapkan
perempuan pada posisi yang terhormat, mempunyai derajat, harkat, dan martabat
yang sama dan setara dengan laki-laki. Islam memperkenalkan konsep relasi
gender yang mengacu kepada ayat-ayat Al-Qur’an substansive yang sekaligus
menjadi tujuan namun syariaiah. Adalah suatu kenyataan, masih banyak
masyarakat, tidak terkecuali beberapa guru agama yang belum memahami makna
qodrat, apabila berbicara soal jenis kelamin perempuan dikaitkan dengan upaya
mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Salah satu akibat dari salah
memahani alasan untuk mempertahankan domestikasi, subordinasi, marginalisasi,
dan diskriminasi terhadap perempuan.
Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia, dan
kehadiran Nabi Muhammad SAW dengan sunnahnya, sebagai “Rahmatan lil alamin”,
tentu saja menolak anggapan diatas. Islam datang untuk membebaskan manusia dari
berbagai bentuk ketidakadilan. Sejak awal dipromosikan, Islam adalah agama
pembebasan. Islam adalah agama ketuhanan sekaligus agama kemanusiaan dan
kemasyarakatan. Dalam pandangan Islam, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu
sebagai hamba dan sebagai representasi Tuhan (khalifah) tanpa membedakan jenis
kelamin, etnik, dan warna kulit. Islam mengamanatkan manusia untuk
memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan keutuhan baik
sesama manusia maupun manusia dengan lingkungan alamnya.
Dapat ditarik kesimpulan bahwasannya diskriminasi
terhadap perempuan memang harus segera dihentikan karena bisa menghambat dan
terus menindas Hak Asasi Manusia (HAM) terutama Hak Asasi yang dimiliki oleh
perempuan. Semua manusia ingin hidup bebas mengekspresikan semua kreatifitas,
talenta, atau bakat yang dimiliki dalam seorang individu, begitu pula dengan
perempuan, mereka juga ingin menampakkan keeksistensian akan keberadaan dirinya
bahwa mereka juga mempunyai suatu kelebihan dalam bidang apapun, tidak melulu
bahwa perempuan hanya didoktrinisasi dengan urusan dapur dan ibu rumah tangga,
selain itu perempuan tidak bisa atau tidak layak menjalankan suatu tugas
apa-apa seperti yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Pandangan itulah yang harus
kita singkirkan dari pola pikir (mindset) kita, bahwa kita semua harus
menghargai semua perempuan dengan tidak memandang sebelah mata, karena semua
manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan derajad yang sama, tidak peduli bahwa
itu seorang perempuan maupun laki-laki.